TANAM PADI SISTEM JAJAR LEGOWO

Dalam upaya pencapaian target program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) pemerintah dalam hal ini Departemen Pertanian melalui Badan Pengembangan dan Penelitian telah banyak mengeluarkan rekomendasi untuk diaplikasikan oleh petani.

Dalam melaksanakan usaha tanam padi ada bebarapa hal yang menjadi tantangan salah satunya yaitu bagaimana upaya ataupun cara yang harus dilakukan untuk mendapatkan hasil produksi padi yang tinggi. Namun untuk mewujudkan upaya tersebut masih terkendala karena jika diperhatikan masih banyak petani yang belum mau melaksanakan anjuran sepenuhnya. Sebagai contoh dalam hal sistem tanam masih banyak petani yang bertanam tanpa jarak tanam yang beraturan. Padahal dengan pengaturan jarak tanam yang tepat dan teknik yang benar dalam hal ini adalah sistem tanam jajar legowo maka akan diperoleh efisiensi dan efektifitas pertanaman serta memudahkan tindakan kelanjutannya.
Istilah jajar legowo diambil dari bahasa jawa yang secara harfiah tersusun dari kata “lego (lega)” dan “dowo (panjang)” yang secara kebetulan sama dengan nama pejabat yang memperkenalkan cara tanam ini. Sistem tanam jajar legowo diperkenalkan pertama kali oleh seorang pejabat Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Banjar Negara Provinsi Jawa Tengah yang bernama Bapak Legowo yang kemudian ditindak lanjuti oleh Departemen Pertanian melalui pengkajian dan penelitian sehingga menjadi suatu rekomendasi atau anjuran untuk diterapkan oleh petani dalam rangka meningkatkan produktivitas tanaman padi.
PENGERTIAN SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO
Prinsip dari sistem tanam jajar legowo adalah meningkatkan populasi tanaman dengan mengatur jarak tanam sehingga pertanaman akan memiliki barisan tanaman yang diselingi oleh barisan kosong dimana jarak tanam pada barisan pinggir setengah kali jarak tanam antar barisan. Sistem tanam jajar legowo merupakan salah satu rekomendasi yang terdapat dalam paket anjuran Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT).
Sistem tanam jajar legowo juga merupakan suatu upaya memanipulasi lokasi pertanaman sehingga pertanaman akan memiliki jumlah tanaman pingir yang lebih banyak dengan adanya barisan kosong. Seperti diketahui bahwa tanaman padi yang berada dipinggir memiliki pertumbuhan dan perkembangan yang lebih baik dibanding tanaman padi yang berada di barisan tengah sehingga memberikan hasil produksi dan kualitas gabah yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena tanaman yang berada dipinggir akan memperoleh intensitas sinar matahari yang lebih banyak (efek tanaman pinggir). Adapun manfaat dan tujuan dari penerapan sistem tanam jajar legowo adalah sebagai berikut :
1. Menambah jumlah populasi tanaman padi sekitar 30 % yang diharapkan akan meningkatkan produksi baik secara makro maupun mikro.
2. Dengan adanya baris kosong akan mempermudah pelaksanaan pemeliharaan, pemupukan dan pengendalian hama penyakit tanaman yaitu dilakukan melalui barisan kosong/lorong.
3. Mengurangi kemungkinan serangan hama dan penyakit terutama hama tikus. Pada lahan yang relatif terbuka hama tikus kurang suka tinggal di dalamnya dan dengan lahan yang relatif terbuka kelembaban juga akan menjadi lebih rendah sehingga perkembangan penyakit dapat ditekan.
4. Menghemat pupuk karena yang dipupuk hanya bagian tanaman dalam barisan.
5. Dengan menerapkan sistem tanam jajar legowo akan menambah kemungkinan barisan tanaman untuk mengalami efek tanaman pinggir dengan memanfaatkan sinar matahari secara optimal bagi tanaman yang berada pada barisan pinggir. Semakin banyak intensitas sinar matahari yang mengenai tanaman maka proses metabolisme terutama fotosintesis tanaman yang terjadi di daun akan semakin tinggi sehingga akan didapatkan kualitas tanaman yang baik ditinjau dari segi pertumbuhan dan hasil.

PENERAPAN SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO
Bersumber dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten bahwa modifikasi jarak tanam pada sistem tanam jajar legowo bisa dilakukan dengan melihat berbagai pertimbangan. Secara umum jarak tanam yang dipakai adalah 20 X 20 cm dan bisa dimodifikasi menjadi 22,5 X 22,55 cm atau 25 X 25 cm sesuai pertimbangan varietas padi yang akan ditanam atau tingkat kesuburan tanahnya. Jarak tanam untuk padi yang sejenis dengan varietas IR-64 seperti varietas ciherang cukup dengan jarak tanam 20 X 20 cm sedangkan untuk varietas padi yang memiliki penampilan lebat dan tinggi perlu diberi jarak tanam yang lebih lebar misalnya 22,5 sampai 25 cm. Demikian juga pada tanah yang kurang subur cukup digunakan jarak tanam 20 X 20 cm sedangkan pada tanah yang lebih subur perlu diberi jarak yang lebih lebar misal 22,5 cm atau pada tanah yang sangat subur jarak tanamnya bisa 25 X 25 cm. Pemilihan ukuran jarak tanam ini bertujuan agar mendapatkan hasil yang optimal.
Ada beberapa tipe cara tanam sistem jajar legowo yang secara umum dapat dilakukan yaitu ; tipe legowo (2 : 1), (3 : 1), (4 : 1), (5 : 1), (6 : 1) dan tipe lainnya yang sudah ada serta telah diaplikasikan oleh sebagian masyarakat petani di Indonesia. Namun berdasarkan penelitian yang dilakukan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian diketahui jika tipe sistem tanam jajar legowo terbaik dalam memberikan hasil produksi gabah tinggi adalah tipe jajar legowo (4:1) sedangkan dari tipe jajar legowo (2 : 1) dapat diterapkan untuk mendapatkan bulir gabah berkualitas benih.
Jajar legowo (2 : 1) adalah cara tanam padi dimana setiap dua baris tanaman diselingi oleh satu barisan kosong yang memiliki jarak dua kali dari jarak tanaman antar baris sedangkan jarak tanaman dalam barisan adalah setengah kali jarak tanam antar barisan. Dengan demikian jarak tanam pada sistem jajar legowo (2 : 1) adalah 20 cm (antar barisan) X 10 cm (barisan pinggir) X 40 cm (barisan kosong).
Dengan sistem jajar legowo (2 : 1) seluruh tanaman dikondisikan seolah-olah menjadi tanaman pinggir. Penerapan sistem jajar legowo (2 : 1) dapat meningkatkan produksi padi dengan gabah kualitas benih dimana sistem jajar legowo seperti ini sering dijumpai pada pertanaman untuk tujuan penangkaran atau produksi benih. Untuk lebih jelasnya tentang cara tanam jajar legowo (2 : 1) dapat dilihat melalui gambar di bawah ini.
sistem tanam jajar legowo (2 : 1)
Jajar legowo (3 : 1) adalah cara tanam padi dimana setiap tiga baris tanaman diselingi oleh satu barisan kosong yang memiliki jarak dua kali dari jarak tanaman antar barisan. Modifikasi tanaman pinggir dilakukan pada baris tanaman ke-1 dan ke-3 yang diharapkan dapat diperoleh hasil tinggi dari adanya efek tanaman pinggir. Prinsip penambahan jumlah populasi tanaman dilakukan dengan cara menanam pada setiap barisan pinggir (baris ke-1 dan ke-3) dengan jarak tanam setengah dari jarak tanam antar barisan.
Dengan demikian jarak tanam pada sistem jajar legowo (3 : 1) adalah 20 cm (antar barisan dan pada barisan tengah) X 10 cm (barisan pinggir) X 40 cm (barisan kosong) yang lebih jelasnya dapat dilihat melalui gambar di bawah ini.
sistem tanam jajar legowo (3 : 1)
Jajar legowo (4 : 1) adalah cara tanam padi dimana setiap empat baris tanaman diselingi oleh satu barisan kosong yang memiliki jarak dua kali dari jarak tanaman antar barisan. Dengan sistem legowo seperti ini maka setiap baris tanaman ke-1 dan ke-4 akan termodifikasi menjadi tanaman pinggir yang diharapkan dapat diperoleh hasil tinggi dari adanya efek tanaman pinggir. Prinsip penambahan jumlah populasi tanaman dilakukan dengan cara menanam pada setiap barisan pinggir (baris ke-1 dan ke-4) dengan jarak tanam setengah dari jarak tanam antar barisan.
Dengan demikian jarak tanam pada sistem jajar legowo (4 : 1) adalah 20 cm (antar barisan dan pada barisan tengah) X 10 cm (barisan pinggir) X 40 cm (barisan kosong) yang lebih jelasnya dapat dilihat melalui gambar di bawah ini.
sistem tanam jajar legowo (4 : 1)
Seperti telah diuraikan di atas bahwa prinsip dari sistem tanam jajar legowo adalah meningkatkan jumlah populasi tanaman dengan pengaturan jarak tanam. Adapun jumlah peningkatan populasi tanaman dengan penerapan sistem tanam jajar legowo ini dapat kita ketahui dengan rumus : 100 % X 1 / (1 + jumlah legowo).
Dengan demikian untuk masing-masing tipe sistem tanam jajar legowo dapat kita hitung penambahan/peningkatan populasinya sebagai berikut ;
Jajar legowo (2 : 1) peningkatan populasinya adalah 100 % X 1(1 + 2) = 30 %
Jajar legowo (3 : 1) peningkatan populasinya adalah 100 % X 1 (1 + 3) = 25 %
Jajar legowo (4 : 1) peningkatan populasinya adalah 100 % X 1 (1 + 4) = 20 %
Jajar legowo (5 : 1) peningkatan populasinya adalah 100 % X 1 (1 + 5) = 16,6 %
Jajar legowo (6 : 1) peningkatan populasinya adalah 100 % X 1 (1 + 6) = 14,29 %
Tipe sistem tanam jajar legowo (4 : 1) dipilih sebagai anjuran kepada petani untuk diterapkan dalam rangka peningkatan produksi padi karena berdasarkan hasil penilitian yang telah dilakukan dengan melihat serta mempertimbangkan tingkat efisiensi dan efektifitas biaya produksi dalam penggunaan pupuk dan benih serta pengaruhnya terhadap hasil produksi tanaman padi.
Sistem tanam jajar legowo memang telah terbukti dapat meningkatkan produksi padi secara signifikan meskipun masih terdapat beberapa hal yang mungkin lebih tepat disebut sebagai “konsekuensi untuk mendapatkan hasil produksi yang lebih tinggi” dibanding disebut sebagai “kelemahan atau kekurangan” dari sistem tanam jajar legowo. Beberapa hal ini diantaranya adalah ;
1. Sistem tanam jajar legowo akan membutuhkan tenaga dan waktu tanam yang lebih banyak.
2. Sistem tanam jajar legowo juga akan membutuhkan benih dan bibit lebih banyak karena adanya penambahan populasi.
3. Pada baris kosong jajar legowo biasanya akan ditumbuhi lebih banyak rumput/gulma.
4. Sistem tanam jajar legowo yang diterapkan pada lahan yang kurang subur akan meningkatkan jumlah penggunaan pupuk tetapi masih dalam tingkat signifikasi yang rendah.
5. Dengan membutuhkan waktu, tenaga dan kebutuhan benih yang lebih banyak maka membutuhkan biaya yang lebih banyak juga dibandingkan dengan budi daya tanpa menggunakan sistem tanam jajar legowo.
Dengan budi daya padi sesuai rekomendasi atau anjuran yang tepat dalam hal ini pengelolaan tanaman terpadu (PTT) maka semua hal diatas dapat tertutupi dari hasil produksi yang didapatkan sehingga ditinjau dari faktor penambahan tenaga kerja dan biaya produksi tidak akan berpengaruh dan tetap lebih menguntungkan dibandingkan tanpa menerapkan sistem tanam jajar legowo.
Sebagai tambahan bahwa penerapan sistem tanam jajar legowo akan memberikan hasil maksimal dengan memperhatikan arah barisan tanaman dan arah datangnya sinar matahari. Lajur barisan tanaman dibuat menghadap arah matahari terbit agar seluruh barisan tanaman pinggir dapat memperoleh intensitas sinar matahari yang optimum dengan demikian tidak ada barisan tanaman terutama tanaman pinggir yang terhalangi oleh tanaman lain dalam mendapatkan sinar matahari.
Demikian sedikit yang bisa diuraikan tentang sistem tanam jajar legowo semoga dapat bermanfaat bagi semua pihak. Saran dan kritik sangat diharapkan untuk memperbaiki dan mengembangkan tulisan ini sehingga didapatkan daya manfaat yang lebih besar.
http://sekarmadjapahit.wordpress.com/2012/01/30/tanam-padi-sistem-jajar-legowo/

BUDIDAYA PADI DI LAHAN PASANG SURUT

Budidaya padi di lahan pasang surut memerlukan teknologi dan sarana produksi yang spesifik karena kondisi lahan dan lingkungan tumbuhnya tidak sama dengan sawah irigasi. Lahan pasang surut berbeda dengan lahan irigasi atau lahan kering yang sudah dikenal masyarakat. Perbedaanya menyangkut kesuburan tanah, ketersediaan air dan teknik pengelolaannya.
Pengelolaan tanah dan air ini merupakan kunci keberhasilan usaha tani di lahan pasang surut. Dengan upaya yang sungguh-sungguh lahan pasang surut ini dapat bermanfaat bagi petani dan masyarakat luas.
Beberapa kendala ditemui di lahan pasang surut seperti kendala fisik (rendahnya kesuburan tanah, pH tanah dan adanya zat beracun Fe dan Al), kendala biologi (hama dan penyakit) dan kendala sosial ekonomi (keterbatasan modal dan tenaga kerja). Dengan melihat kendala yang ada, maka dalam penerapannya memerlukan tindakan yang spesifik agar dapat memberikan hasil yang optimal.
Adapun tujuan dari pengelolaan lahan adalah untuk mengatur pemanfaatan sumber daya lahan secara optimal, mendapatkan hasil maksimal dan mempertahankan kelestarian sumber daya lahan itu sendiri.
Untuk memperoleh hasil yang optimal dalam budi daya padi di lahan pasang surut beberapa hal sangat penting untuk diperhatikan dan sangat dianjurkan yaitu :

1. KOMPONEN TEKNOLOGI PTT
Komponen PTT yang sangat direkomendasikan dalam budidaya padi di lahan pasang surut meliputi :
a. Komponen utama ; terdiri dari varietas unggul yang sesuai dengan karakteristik lahan, lingkungan setempat, rasa nasi dan sesuai dengan permintaan pasar, benih bermutu dan berlabel, penggunaan pupuk organik, pengaturan populasi tanaman (legowo) 2 :1 atau 4 : 1, pemupukan berdasarkan status hara P dan K dengan PUTS/PUTR dan urea berdasarkan BWD, pengendalian hama dan penyakit secara terpadu serta tata air mikro.
b. Komponen pilihan ; terdiri dari pengolahan lahan sesuai lahan, penanaman bibit muda (< 21 HSS), tanam 1 – 3 batang/lubang, penyiangan gulma serta panen dan gabah segera dirontok.
2. PENYIAPAN LAHAN
Lahan pasang surut lebih beragam dibanding lahan sawah irigasi oleh karena itu penyiapan lahannya juga berbeda. Penyiapan lahan bisa dilakukan dengan TOT (tanpa olah tanah) dan traktor.
Penyiapan lahan dengan tanpa olah tanah (TOT) dapat dilakukan pada lahan gambut atau lahan sulfat masam yang memiliki lapisan pirit 0 – 30 cm dari permukaan tanah. Sedangkan penyiapan lahan dengan traktor dapat dilakukan pada lahan-lahan potensial yang memiliki lapisan pirit atau beracun lebih dari 30 cm dari pemukaan tanah.
3. VARIETAS UNGGUL
Varietas unggul merupakan salah satu komponen yang nyata dalam meningkatkan produksi tanaman dan dapat diadopsi dengan cepat oleh petani. Banyak varieatas unggul lahan pasang surut yang telah dikeluarkan oleh badan litbang pertanian sehingga petani dapat memilih benih yang disukai dan sesuai dengan kondisi setempat.

4. BENIH BERMUTU
Penggunaan benih bermutu sangat dianjurkan karena akan menghasilkan bibit yang sehat dan akar yang banyak, perkecambahan dan pertumbuhan yang seragam, saat bibit dipindah tanam lebih cepat tumbuh dan akan menghasilkan produksi tinggi.
Untuk memperoleh benih yang baik dapat dilakukan dengan merendam pada air larutan garam 2 – 3 % atau larutan Za dengan perbandingan 20 gram Za/liter air. Dapat juga menggunakan garam dengan indikator telur yang semula berada di dasar air setelah diberi garam telur terangkat ke permukaan. Benih yang digunakan hanya benih yang tenggelam dan yang mengapung dibuang. Setelah diangkat benih perlu dibilas dengan air agar garam tercuci.
Pada daerah yang sering terserang penggerek batang dianjurkan melakukan perlakuan benih menggunakan pestisida berbahan aktif fipronil.
Benih bermutu ditandai dengan sertifikat/label, memiliki daya tumbuh >90 % dan tidak tercampur dengan jenis padi atau biji tanaman lain.
5. PENGGUNAAN BAHAN ORGANIK
Bahan organik bermanfaat untuk memperbaiki kesuburan, kimia dan biologi tanah. Bahan ini dapat berupa kotoran hewan (pupuk kandang), sisa tanaman, pupuk hijau dan kompos sebanyak 5 ton/ha.

6. PERSEMAIANJika tanpa olah tanah persemaian dapat dilakukan dengan persemaian kering dimana benih langsung disemai tanpa direndam dulu. Setelah disemai tutupi dengan tanah halus atau abu sekam.
Jika tanah diolah persemaian dapat dilakukan dengan persemaian basah. Buat bedengan berlumpur di sawah dengan lebar 1 – 1,2 meter dan panjangnya 10 – 20 meter, tambahkan bahan organik atau sekam sebanyak 2 kg per meter persegi. Persemaian dipagar plastik untuk mencegah serangan hama tikus, selain itu persemaian dipupuk urea 20 – 40 gram/meter persegi.
7. PENANAMAN
Pelaksanaan penanaman dilakukan dengan menggunakan bibit muda (< 21 HSS) karena dengan bibit muda akan memiliki kelebihan dimana bibit akan cepat pulih kembali karena adaptasi lingkungannya relatif tinggi, akar akan lebih kuat dan dalam, tanaman akan menghasilkan anakan lebih banyak, tanaman lebih tahan rebah dan kekeringan serta lebih efektif dalam pemanfaatan hara.
Tanam 1 – 3 batang perlubang agar tidak terjadi kompetensi yang tinggi dalam pemanfaatan hara antar bibit dalam satu rumpun. Pada lahan pasang surut dengan tipe luapan A dan pada wilayah endemik keong mas disarankan tidak menggunakan bibit muda.
Lakukan pengaturan populasi tanaman dengan sistem jajar legowo. Sistem ini merupakan salah satu cara untuk meningkatkan populasi tanaman dan cukup efektif untuk mengurangi keong mas dan tikus. Jajar legowo adalah pengosongan satu baris tanaman setiap dua baris (legowo 2 : 1) atau empat baris (legowo 4 : 1) dan tanaman dalam barisan dirapatkan.
Sistem tanam jajar legowo memiliki keuntungan dimana semua barisan rumpun tanaman berada pada sisi pinggir yang biasanya memberikan hasil lebih tinggi (efek tanaman pinggir), pengendalian hama, penyakit dan gulma menjadi lebih mudah dilakukan, menyediakan ruang kosong untuk pengaturan air, saluran pengumpul keong, menekan tingkat keracunan besi dan penggunaan pupuk lebih berdaya guna.
8. PEMUPUKAN
Pemupukan urea dilakukan dengan bantuan Bagan Warna Daun (BWD) sedangkan pemupukan P dan K berdasarkan peta status hara P dan K atau hasil analisa tanah dengan menggunakan perangkat uji tanahsawah (PUTS) atau perangkat uji tanah rawa (PUTR).
Pemupukan urea pertama pada umur 7 – 10 hari setelah tanam (HST) dengan dosis 50 – 70 kg/ha. Pemupukan urea susulan dilakukan dengan bantuan BWD yang didasarkan pada kebutuhan riil tanaman yaitu 10 hari setelah pemupukan dasar dan diulang setiap 10 hari sekali sampai umur 40 HST atau interval waktu yaitu pada umur 25 – 28 HST dan 38 – 42 HST.
Pemupukan Sp 36 dan KCl diberikan bersamaan dengan pemupukan urea pertama seluruhnya kecuali jika dosis pupuk K 100 kg/ha atau lebih dapat diberikan dua kali yaitu setengah bagian bersamaan dengan pemupukan urea pertama dan setengah bagian lagi pada umur 40 HST.
Metode diatas sudah melewati kajian yang dilakukan di lahan sawah pasang surut wilayah Kalimantan Barat dengan menggunakan benih varietas unggul inpara 1, 2 dan 3. Produksi yang dapat dicapai 5 – 6 ton/ha. Kesimpulannya bahwa dengan pengelolaan tanah, air dan pengunaan varietas unggul yang tepat maka usaha tani di lahan pasang surut dapat memberikan hasil produksi yang optimal.
Varietas padi lahan pasang surut yang memiliki rasa pulen diantaranya inpara 2, lambur dan mendawak.

Sumber : Sari Nurita, Ir., Penyuluh BPTP Kalimantan Barat, Ratmini Sri, dkk., Pengelolaan Tanah dan Air di Lahan Pasang Surut

PENGENDALIAN PENYAKIT BLAST

PENGENDALIAN PENYAKIT BLAST
Penyakit blas yang disebabkan cendawan
Pyricularia grisea kendala utama pertanaman padi gogo, daerah pasang surut dan rawa. Daerah endemiknya berada di Lampung, Sumatera Selatan, Jambi, Sumatera Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara dan Jawa Barat (Sukabumi). Khususnya blas leher, menjadi tantangan yang lebih serius karena banyak ditemukan pada beberapa varietas padi sawah di Jawa Barat (Sukabumi, Kuningan), Lampung (Tulang Bawang, Lampung Tengah) dan Sulawesi Selatan
Serangan blas daun yang tinggi dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan anakan produktif yang menyebabkan malai kecil dengan sedikit gabah bahkan dapat menyebabkan seluruh tanaman mati sebelum berbunga. Serangannya dapat menurunkan hasil secara langsung karena leher malai busuk dan patah sehingga pengisian terganggu dan bulir padi menjadi hampa.

Pengendalian:
·         Ketahanan Varietas. Cara yang paling efektif, murah dan ramah lingkungan dalam pengendalian penyakit blas adalah penggunaan varietas tahan. Beberapa varietas yang masih menunjukkan reaksi tahan adalah Limboto, Danau Gaung, Situ Patenggang dan Batutegi.
·         Pemakaian jerami sebagai kompos. Pembenaman jerami dalam tanah sebagai kompos dapat menyebabkan miselia dan spora dari Cendawan P. grisea mati karena naiknya suhu selama proses dekomposisi.
·         Penggunaan pupuk nitrogen dengan dosis anjuran. Dosis pupuk N berkorelasi positif terhadap intensitas penyakit blas, artinya semakin tinggi dosis pupuk N maka intensitas penyakit makin tinggi. Untuk itu, penggunaan pupuk N harus sesuai anjuran.
Pendekatan Kimiawi:
·         Perlakuan benih. Pengendalian penyakit blas akan efektif apabila dilaksanakan sedini mungkin, hal ini disebabkan karena penyakit blas dapat ditularkan melalui benih. Perlakuan benih dapat dilakukan dengan penggunaan fungisida sistemik seperti pyroquilon (5-10 g/kg benih).
·         Cara perendaman benih (soaking). Benih direndam dalam larutan fungisida selama 24 jam dan selama periode ini larutan diaduk sampai merata setiap 6 jam. Perbandingan berat benih dan volume air adalah 1 : 2 (1 kg benih : 2 liter air). Benih yang telah direndam dianginkan dalam suhu kamar di atas kertas koran dan dibiarkan sampai benih tersebut disebarkan di lahan gogo. Pada padi sawah perendaman dalam larutan fungisida dilakukan sebelum pemeraman.
·         Cara pelapisan (coating). Cara ini lebih efektif dari pada cara pertama dan lebih cocok untuk lahan kering (gogo). Benih dibasahi dengan cara merendam beberapa jam kemudian ditiriskan sampai air tidak menetes lagi. Fungisida yang digunakan dengan dosis tertentu dicampur dengan 1 kg benih basah dan dikocok sampai merata, benih dikeringanginkan dengan cara yang sama seperti metode sebelumnya dan selanjutnya siap tanam.
·         Penyemprotan tanaman. Efikasi fungisida untuk perlakuan benih hanya bertahan 6 minggu dan selanjutnya perlu diadakan penyemprotan tanaman. Aplikasi penyemprotan untuk menekan serangan penyakit blas leher adalah dua kali yaitu pada saat anakan maksimum dan awal berbunga (heading 5%).
·         Beberapa fungisida yang dapat digunakan untuk mengendalikan penyakit blas adalah yang mengandung bahan aktif isoprotionalane, benomyl+mancoseb, kasugamycin dan thiophanate methyl. (Santoso dan Anggiani Nasution, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi).

Kiat-Kiat Pengendalian Penyakit Blas:
  1. Gunakan varietas tahan sesuai dengan sebaran ras yang ada di daerah.
  2. Hindarkan penggunaan pupuk N di atas dosis anjuran.
  3. Hindarkan tanam padi terus-menerus sepanjang tahun dengan varietas yang sama.
  4. Sanitasi lingkungan harus intensif, karena inang alternatif pathogen khususnya kelompok rerumputan sangat potensial sebagai inokulum awal.
  5. Hindari tanam padi terlambat dari petani disekitarnya.
  6. Pengendalian secara dini dengan perlakuan benih sangat dianjurkan untuk menyelamatkan persemaian sampai umur 40 hari setelah sebar.
  7. Penyemprotan fungisida sistemik minimum sekali pada awal berbunga untuk mencegah penyakit blas leher dapat dianjurkan untuk daerah endemik blas.
  8. Hindarkan jarak tanam rapat (sebar langsung).
  9. Pemakaian jerami sebagai kompos.

Demikian sedikit ulasan mengenai penyakit blast pada tanaman padi, semoga dapat membantu para petani ....Penulis Udje Pujianto http://agri-tani.blogspot.com/ 

Pupuk Tanaman Padi Sawah - Panen Maksimal

Salah satu upaya untuk mengoptimalkan hasil panen tanaman Padi sawah adalah pemupukan yang tepat dan berimbang.
Pemupukan yang tepat dan berimbang adalah yang sesuai dengan kebutuhan tiap-tiap fase pertumbuhan tanaman Padi, dan berdasarkan kandungan hara tanah sawah.
Berikut ini merupakan pemupukan tanaman Padi sawah dengan luas 1 hektar, dengan kandungan hara tanah kondisi N-P-K sedang

PERLAKUAN BENIH PADI

Rendam benih dalam larutan Agen Hayati (merek dagang Bactoplus, Agrobio, Petrobio, dll) selama 24 jam.
Tiriskan selama 24 - 48 jam, kemudian sebar di persemaian.

PERLAKUAN PUPUK SETELAH TANAM

8 HST (Hari Setelah Tanam)
Keringkan lahan dan semprot dengan larutan Agen Hayati  + pupuk Asam Amino.

PUPUK I (10 HST)
40 kg Urea + 50 kg ZA + 120 kg SP-36 + 50 kg KCl + 2,5 kg ZnSO4 + 1 kg CuSO4

PUPUK II ( 20-28 HST)
60 kg Urea + 50 kg KCl

PUPUK III (35-40 HST)
60 kg Urea

Catatan : saat aplikasi pupuk sawah dalam kondisi kering/macak, 24 jam kemudian lahan diairi.

PUPUK SEMPROT

Dosis untuk tanki 15 liter
30 dan 45 HST : 300 gram KNO3 + 15 gram MKP + mikro + fungisida

Semprotan Untuk Pengisian Bulir :
Lakukan setiap 1 minggu sekali pada saat pengisian bulir
5 sendok makan KCl + 1 sendok makan Asam Borat + 1 tutup botol  Jus Udang (Shrimp Juice)

ZPT (ZAT PENGATUR TUMBUH)

Pembentukan Akar : 2 ppm IBA saat tanam, ulangi 10-14 hari kemudian. semprot pada perakaran.Pembentukan Anakan : 2 ppm Auksin + 2 ppm Giberellin + 10 ppm Sitokinin.
Keluar Malai 5-10 % : 60 ppm GA3, ulangi 2 hari kemudian dengan 30 ppm GA3.

TANYA - JAWAB SEPUTAR PUPUK TANAMAN PADI SAWAH

Tanya : Kenapa masih aplikasi Urea pada Pupuk III apakah tidak overdosis dengan resiko rebah ? 
Jawab :  Aplikasi Urea tsb. hanya 30% kok, unsur Kalium sudah cukup tinggi 100 kg KCl (Pupuk I + II) untuk menghindari resiko rebah batang.
Akan lebih bagus bila pada Pupuk III aplikasi Urea diganti dengan pupuk Hydrokarate plus Boron (merek dagang Yara Liva Nitrabor) 

Tanya : Denger-denger unsur K dibutuhkan pada fase generatif -sedangkan N untuk fase vegetatif, tapi kenapa KCl diaplikasikan saat awal (Pupuk I) dan aplikasi Urea masih ada saat 35-40 HST (Pupuk III) ? 
Jawab : Aplikasi SP-36 + KCl disaat awal  dilakukan karena P dan K ketersediaannya sangat lambat.
Aplikasi Urea dibagi menjadi 3x (Pupuk I, III, dan III) untuk menghindari kehilangan N akibat penguapan dan pencucian. Bila Urea diaplikasikan sekaligus resikonya adalah overdosis.
Aplikasi K untuk fase generatif dapat dilakukan melalui spray (penyemprotan pupuk daun)

Tanya : Jika pakai Phonska gimana ?
Jawab : Aplikasikan Phonska untuk Pupuk I sebanyak 200 kg + 40 kg SP-36.

Tanya : Ditempat saya 1 ha Padi sawah usia 60-70 HST jika diberi Urea sekitar 40 kg kok malah terserang kresek, roboh dan kehilangan bobot ya..???  
Jawab : Kemungkinan kekurangan unsur Kalium, dan diperparah dengan monitoring serta menejemen fungsida yang tidak tepat.
Pupuk N maksimal diberikan saat 45 HST untuk varietas Padi berumur 100 hari, bila Urea diaplikasikan saat 60 hst itu sama artinya dengan memberi makan patogen... hehe !

Tanya : Kenapa masih pake ZA sih ? Padahal ZA dan Urea sama-sama mengandung N, apa tidak akan overdosis tuh..???! (dengan agak emosi..)
Jawab : Aplikasi pupuk ZA adalah untuk sumber S. Kandungan N pada ZA+Urea hanya sebanyak 30 kg aja kok. Patokan di atas berdasarkan kebutuhaan unsur untuk tanaman.

Tanya : Untuk mencukupi asupan unsur K selain dari pupuk KCl -pupuk apa lagi ya..?
Jawab : Bisa menggunakan pupuk ZK, KNO3, dan MKP.  

Tanya : ZnSO4 dan CuSO4 itu pupuk apa ya.. beli dimana ? 
Jawab : Itu adalah bahan kimia sebagai tambahan aja (tidak wajib), bisa dibeli di toko kimia terdekat.

Tanya : Didaerah saya sedang endemik Blast.. gmana ya..? Agar batang tidak mudah roboh/rebah selain diberi asupan K apa lagi ya?
Jawab : Untuk sawah endemik Blast wajib untuk mengurangi asupan N, sebagi gantinya dapat menggunakan POC berbahan dasar urine hewan + miroba penambat N.
Agar batang tidak mudah roboh selain K -akan lebih baik bila diberi Silikat. Tapi mengenai roboh batang penyebabnya berbeda-beda misalnya kondisi iklim, angin, dll. 

Tanya : IBA itu apa kang...? ppm itu maksudnya apa..???
Jawab : IBA adalah ZPT.  1 ppm = 1 miligram per-liter.

Tanya : Ini Kang Warso ya...???
Jawab : Iya...!

Tanya : Kang....?
Jawab : Apaa.... (lemesss...)

Sumber : Kang Warso
http://komunitas-bpp.blogspot.com/2014/02/pupuk-untuk-tanaman-padi-sawah.html?fb_action_ids=804045163019445&fb_action_types=og.comments