Selasa, 2 Agustus 2011
Hutan Gambut Dilarang Tanam Sawit
PONTIANAK –
Pemerintah pusat tidak akan mengeluarkan izin hutan gambut dan hutan alam untuk dijadikan kawasan perkebunan kelapa sawit melalui moratorium sejak tahun ini. Namun izin yang sudah dikeluarkan sebelumnya harus menjadi bahan evaluasi.
Anggota DPRD Kalbar, Suprianto, beranggapan banyak pemerintah daerah mengeluarkan izin perkebunan sawit ini. Namun banyak juga perusahaan tidak bekerja. Karena itu, perlu tindakan tegas dari pemerintah daerah.
“Hal ini pernah terungkap dalam rapat kerja dengan Badan Penanaman Modal Daerah, Dinas Kehutanan dan Perkebunan serta Kadin. Kita minta agar dilakukan inventarisir perusahaan-perusahaan mana yang tidak aktif. Jika ditemukan perusahaan tidak aktif, maka sudah seharusnya harus dicabut izinnya dalam mengelola lahan yang ada di Kalbar,” tegas Suprianto kepada Equator belum lama ini.
Mantan calon bupati Landak ini juga mengingatkan, perlunya antisipasi pemanasan global. Pemerintah harus mulai menggiatkan kembali penanaman pohon yang mampu menyerap karbondioksida (CO2) dengan banyak.
“Saya juga melihat pemimpin daerah yang ada di Kalbar banyak memberikan izin tanpa memandang ekosistem, hutan lindung dan lingkungan. Mestinya pemberian izin jangan hanya untuk perkebunan sawit semua,” kata Suprianto.
Politisi daerah pemilihan Sanggau-Sekadau ini berharap, Kalbar tidak hanya dimasukkan komoditas perkebunan sawit semua. Apalagi masuknya komoditas perkebunan sawit perlu pengkajian secara ilmiah.
Suprianto berpendapat, untuk sementara perkebunan yang memiliki jangka cukup panjang itu baru hanya perkebunan karet. Menurutnya, karet masih dapat dikatakan primadona dan produknya masih menjanjikan bagi seluruh dunia. Mengingat di bagian belahan dunia ini masih memerlukan komoditas karet. Seperti pembuatan ban, sehingga perlu adanya pembuatan pabrik ban maupun barang berupa sintetis yang lainnya.
“Komoditas karet ini sangat bagus. Karena komoditas ini sangat bersahabat dengan lingkungan. Tidak hanya itu, karet juga sangat diperlukan berdasarkan kearifan lokal. Sebab, lahan tanaman karet dapat ditanam dengan tanaman lain. Seperti kopi, kakao dan sebagainya. Sementara ini tidak bisa diikuti perkebunan sawit,” jelas Suprianto.
Namun, sambung dia, jika pemerintah daerah mengabaikan hal tersebut, Suprianto berkeyakinan 30 tahun ke depan, tanah Kalbar akan menjadi gersang dan tandus akibat dipenuhinya lahan perkebunan sawit. Bahkan kemiskinan secara massal pun akan terjadi. Hal ini dikarenakan sawit itu tidak menghasilkan seperti apa yang diharapkan oleh masyarakat maupun perusahaan perkebunan.
“Itu dapat ditinjau masyarakat yang menetap di kawasan perkebunan sawit. Rata-rata lahan yang dimiliki masyarakat itu diagunkan kepada perusahaan sawit hingga puluhan tahun. Akibatnya, masyarakat menjadi penonton. Saat dikembalikan, tanah itu sudah menjadi gersang,” tegas Suprianto. (jul)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar